JAKARTA, KOMPAS.com — Meskipun pencanangan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional pada 10 Agustus 1995 telah berselang 16 tahun, sumber daya ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia belum dapat benar-benar diberdayakan untuk menggerakkan perekonomian dan mendongkrak daya saing industri nasional.
Hal ini ditunjukkan dengan minimnya produk inovasi anak bangsa di masyarakat. Bahkan, yang terjadi justru sebaliknya, yaitu dominasi produk teknologi asing. Padahal, Indonesia pernah mampu memproduksi produk berteknologi canggih, seperti pesawat terbang, kapal, dan peralatan elektronik. Namun, itu hanya berlangsung tiga tahun hingga krisis moneter melanda negeri ini tahun 1998. Industri strategis—pembuatnya—kemudian terpuruk, bahkan kini berada di ujung tanduk.
Ketua Persatuan Insinyur Indonesia Said Didu mengatakan, hal ini disebabkan pemerintah tidak mampu memelihara sumber daya manusia iptek—sebagai sumber kekuatan industri—untuk tetap bertahan. Bahkan, yang terjadi adalah brain drain para ahli dan perekayasa keteknikan ke negara maju, termasuk ke negara tetangga, Malaysia dan Singapura.
Sementara itu, belakangan perguruan tinggi di bidang keteknikan bergeser pada penyelenggaraan pendidikan bisnis yang lebih diminati.
Kesenjangan komunikasi
Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Marzan Aziz Iskandar mengatakan, komunikasi lembaga penelitian, peneliti atau perekayasa, dan perguruan tinggi dengan industri masih sangat kurang. Akibatnya, antara kebutuhan industri dan kemampuan peneliti tidak terkait.
Upaya memperbaiki hubungan lembaga penelitian dengan industri sebenarnya sudah digalakkan sejak beberapa tahun lalu. Namun, hasilnya terasa sangat lambat. Industri tetap lebih suka membeli produk jadi asing karena lebih murah, praktis, dan risikonya jauh lebih kecil dibandingkan dengan mendirikan perusahaan untuk memanfaatkan teknologi dalam negeri.
"Industri perlu insentif khusus dari pemerintah agar mau menggunakan produk teknologi dalam negeri," ujarnya.
Komitmen rendah
Peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional dimulai sejak 1995, yang ditandai dengan keberhasilan penerbangan perdana pesawat N-250 hasil karya anak bangsa. Namun, sejak saat itu, pesawat ini tidak pernah diproduksi karena krisis ekonomi yang melanda Indonesia tahun 1997-1998 dan rendahnya komitmen pemerintah.