Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selama 2011, Tujuh Gajah Liar Mati

Kompas.com - 30/07/2011, 10:54 WIB

BENGKULU, KOMPAS.com - Balai Konservasi Sumber Daya Alam  (BKSDA) Provinsi Bengkulu selama tahun 2011 menemukan tujuh ekor gajah liar mati, diduga kuat akibat diracun masyarakat dengan menggunakan pupuk kimia.     

"Tujuh ekor gajah yang mati itu ditemukan pada empat titik yaitu di areal perkebunan besar dan penambangan batu bara di sekitar kawasan hutan Pusat Latihan Gajah (PLG) Sebelat, Kabupaten Bengkulu Utara," kata Kepala BKSDA Bengkulu, Amon Zamora, Sabtu (30/7/2011).     

Ia menjelaskan, tujuh ekor gajah liar yang mati itu terdiri atas enam ekor betina dan satu ekor jantan. seluruh gading di tujuh gajah itu hilang, dan dipastikan diambil dengan cara dipotong oleh orang tak bertanggung jawab.     

Penemuan pertama gajah mati pada 15 Maret 2011. Saat itu ditemukan seekor gajah betina berumur sekitar 20 tahun kondisi sudah membusuk, di sekitar perkebunan PT Sapat Buana (Alno).     

Berikutnya pada 30 Maret 2011 ditemukan tiga ekor kerangka gajah betina, juga di sekitar areal perkebunan PT Alno, Bengkulu Utara.     

Lalu pada 18 Juli 2011 ditemukan dua ekor kerangka gajah betina di tepi Sungai Tenang, di sekitar PLG Seblat. Terakhir, pada 20 Juli 2011 ditemukan lagi satu ekor kerangka gajah jantan sekitar berumur 18 tahun juga di tepi Sungai Tenang (PLG Seblat).     

Berdasarkan hasil tim otopsi BKSDA bersama Conservation Rensponse Unit (CRU), yang merupakan tim pengamanan habitat gajah, kematian gajah itu akibat keracunan karena kadar Nitrat dan Amonis pada lambung sangat tinggi. Tujuh gajah itu mati karena terlalu banyak makan pupuk kimia.     

Sistem pemupukan yang dilakukan orang tidak bertanggung jawab itu salah sasaran yaitu kepada gajah yang dilindungi.

Saat ini menurut Amon Zamora, sudah diturunkan 40 petugas ke berbagai lokasi sebaran gajah liar dengan berjalan kaki. Mereka menyebar dan mengikuti alur gerombolan gajah liar.

Gajah terpkasa keluar habitat PLG untuk mencari makan, karena wilayah areal pakannya selama ini sudah menjadi perkebunan kelapa sawit.     

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com