KOMPAS.com — Senin (4/7/2011), Bumi akan berada pada jarak paling jauh dari Matahari, yakni 152.102.196 kilometer. Akibatnya, matahari akan tampak 3 persen lebih kecil dari biasanya. Namun, perbedaan ini tentu tidak tampak dengan mata telanjang. Posisi Bumi yang menjauhi matahari juga tidak memengaruhi cuaca Bumi.
"Perbedaannya mungkin tidak kentara, tetapi jelas dapat diukur," kata Mark Hammergen, astronom dari Adler Planetarium, Chicago, Amerika Serikat.
Jarak Bumi terhadap Matahari selalu berubah karena orbit Bumi tidak berbentuk lingkaran sempurna, tetapi elips. Fenomena ini dijelaskan secara detail untuk kali pertama dengan perhitungan matematika oleh astronom Jerman, Johannes Kepler, pada abad ke-17.
Bentuk elips memungkinkan Bumi berada pada posisi paling dekat dengan Matahari (disebut perihelion) dan posisi paling jauh (dikenal afelion).
Meskipun Bumi berada pada posisi lebih jauh dari Matahari, belahan Bumi bagian utara tetap merasakan musim panas. "Hal tersebut disebabkan oleh kemiringan Bumi yang memengaruhi musim," kata Hammergen. Saat ini, sumbu utara-selatan Bumi berada pada kemiringan 23,4 derajat.
Kebetulan, Kutub Utara tengah menghadap Matahari saat Bumi berada pada posisi afelion. "Artinya, siang akan lebih panjang daripada malam pada Bumi belahan utara," ucap Hammergen. (National Geographic Indonesia/Alex Pangestu)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.