Jakarta, Kompas
Laporan itu hasil studi Greenomics terhadap Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK 292/Menhut-II/2011—berikut 19 peta lampirannya—tentang Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan Provinsi Kalimantan Tengah. Kalteng merupakan daerah percontohan program REDD (pengurangan emisi, deforestasi, dan degradasi hutan). Keputusan Menhut itu diterbitkan 31 Mei 2011 atau hari ke-11 pelaksanaan moratorium.
”Ini menjadikan Menteri Kehutanan sebagai pejabat pertama yang melanggar Inpres No 10 Tahun 2011,” kata Direktur Eksekutif Greenomics Indonesia Elfian Effendi di Jakarta, Kamis (30/6). Greenomics pun memprotes keputusan alih fungsi kawasan hutan konservasi itu.
”Padahal, kawasan konservasi dan hutan lindung yang diubah fungsinya itu telah ditetapkan untuk dimoratorium dan sudah ditunjukkan dalam peta indikatif moratorium. Malah Menhut mengubah fungsi kawasan konservasi dan hutan lindung menjadi ajang eksploitasi,” ujarnya.
Ia mengingatkan, inpres soal moratorium tidak memasukkan komponen pengubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan sebagai pengecualian. Pengecualian moratorium pada program pertanian padi dan tebu, panas bumi, minyak bumi dan gas, serta kelistrikan.
Greenomics juga mengungkapkan, kawasan konservasi dan hutan lindung yang diubah fungsinya itu ternyata mayoritas berupa kebun-kebun sawit dan hak pengusahaan hutan.
”Sesuai janji Sekretaris Kabinet Dipo Alam, yang menyebutkan bahwa pejabat yang melanggar Inpres Moratorium akan diberi sanksi, maka janji itu harus dibuktikan terhadap pelanggaran,” kata Elfian.
Kebijakan itu dinilai mencoreng kredibilitas inpres di mata dunia. Sebab, masyarakat dunia terus mengamati pelaksanaan inpres itu pascapenetapannya, 20 Mei 2011.
Dihubungi terpisah, Dirjen Planologi Kehutanan Bambang Soepijanto menjelaskan, perubahan fungsi hutan tak menyalahi moratorium. ”Perubahan fungsi hutan, kan boleh. Yang tidak dalam (inpres) moratorium itu izin baru di hutan primer dan lahan gambut,” katanya.
Perubahan fungsi hutan mengacu UU No 26/2007 tentang Penataan Ruang. Sesuai UU itu, pemda mengevaluasi wilayah hutannya dibantu Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Bila evaluasi kawasan menunjukkan keanekaragaman hayati berkurang dan tak layak lagi disebut hutan konservasi, maka bisa diubah jadi hutan produksi.
Bambang menegaskan, sesuai Inpres Moratorium, hingga Mei 2013 tak boleh ada izin baru di hutan primer dan gambut.