KONAWE, KOMPAS.com - Populasi kerang laut raksasa atau kima di sekitar perairan Sulawesi Tenggara makin langka akibat maraknya perburuan terhadap hewan dilindungi itu. Hingga saat ini, pemerintah belum memiliki langkah konservasi apapun untuk melestarikan hewan yang berperan vital dalam keseimbangan ekosistem laut dangkal itu.
Ketua Konservasi Taman Laut Kima Toli-toli, Habib Nadjar Buduha, mengatakan, perburuan kima (Tridacna) di wilayah pesisir timur Sultra sudah terjadi sejak lama. "Kima diburu untuk diambil dagingnya dan cangkangnya sebagai hiasan," kata Habib saat ditemui di pusat konservasi kima yang didirikannya secara swadaya di Kabupaten Konawe, Sultra Minggu (8/5/2011).
Dari temuan-temuannya di lapangan, selain nelayan lokal, banyak pula nelayan asing yang berkedok mencari ikan namun sebenarnya berburu kima di perairan Sultra hingga Sulawesi Tengah. "Seringkali saat menyelam, kami tinggal menemukan cangkang-cangkangnya saja di dasar laut," ujar Habib.
Kondisi itu disesalkan Habib. Pasalnya, di wilayah perairan Indonesia hidup tujuh dari sembilan jenis kima yang ada di dunia. "Dua di antaranya merupakan yang paling langka di dunia, yakni Tridacna gigas dan Tridacna derasa yang sekarang hanya tersisa di perairan Sulawesi hingga Papua," katanya.
Ukuran kima bervariasi mulai dari sekepalan tangan orang dewasa hingga bisa tumbuh mencapai panjang 1,3 meter dan berbobot 250 Kg. Harga daging kima yang mencapai 150 dollar AS per Kg di pasaran internasional membuatnya menjadi komoditas incaran.
Karena itu, Habib berharap pemerintah pusat bisa segera turun tangan untuk melindungi biota laut ini. Pemerintah negara-negara lain di Asia, seperti Malaysia, Thailand, Filipina, hingga Australia sudah melakukan konservasi kima. "Hanya Indonesia yang belum," ujarnya.
Kima memegang peranan penting dalam ekosistem laut dangkal karena ia menjadi filter alami air laut dan cangkangnya menjadi tempat hidup berbagai biota terumbu karang. Telur dan anak-anak kima juga menjadi sumber makanan bagi ikan-ikan laut.
Dikonfirmasi secara terpisah, Kepala Bidang Pengawasan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sultra Ridwan Bolu mengakui terbatasnya jumlah personil maupun anggaran untuk mengawasi perburuan kima tersebut.
DKP Sultra hanya bisa menggelar patroli laut sekali dalam sebulan di satu kabupaten/kota. Dengan jumlah 12 kabupaten/kota di Sultra, maka DKP hanya bisa menggelar satu kali patroli di setiap kabupaten dalam setahun.
Ridwan menambahkan, selain kendala teknis itu, banyak pula masyarakat yang belum paham tentang status kima sebagai hewan yang dilindungi. "Banyak nelayan yang mengambil kima untuk konsumsi sehari-hari," ujarnya.
Untuk mengatasi kendala itu, Ridwan menyatakan pihaknya mengadopsi sistem pengawasan berbasis masyarakat. Masyarakat didorong membentuk kelompok-kelompok untuk mengawasi wilayah lautnya. "Saat ini sudah terbentuk 80 kelompok di seluruh Sultra," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.