Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Segulung Cerita Tua dalam Kepala

Kompas.com - 28/04/2011, 03:27 WIB

Cerpen Haz Algebra

BAIKLAH. Awal kisah kita khayalkan saja bahwa kita semua sedang berada dalam sebuah pergelaran wayang besar. Dan dari sepasang garis bibir yang gemar melantunkan sajak dan prosa, selarik cerita tentang lakon usang kututurkan:

Di sebuah desa yang kering kerontang, penduduknya hidup dalam penderitaan. Padahal desa itu adalah bagian dari negara yang –katanya- kaya dan makmur. Tapi, tanahnya keropos dan retak menganga akibat musim kemarau yang panjang. Sungai-sungai yang tadinya penuh air, kini disulap menjelma lumpur yang membatu. Sumur-sumurnya dangkal dan gemerincing. Bahkan tanaman mereka layu dan mati. Hidup dalam kekurangan sumber kehidupan sangat menyesakkan dada, bikin hati alergi. Membuat mereka saling berebut dan tak jarang saling bunuh-membunuh dimana yang kuat akan menginjak-injak yang lemah.

Hingga suatu hari, seorang penduduk menyarankan agar diselenggarakan sebuah pergelaran wayang sebagai ritual untuk meminta hujan dari langit. Dan semua warga menyepakati.

Panggung didirikan. Segala sesuatu yang diperlukan diletakkan pada tempatnya. Latar yang bisa diganti-ganti, beberapa gunungan, sebutir matahari, bulan, beberapa bintang, bukit-bukitan, pepohonan, anjing, kereta kuda dan beberapa senjata untuk para wayang.

Para wayang dikeluarkan dari almari, dan Dalang sudah bersiap bersama para pesinden beserta pengiring. Seluruh penduduk, laki-laki dan perempuan, dari anak-anak hingga manula pun telah berkumpul di depan panggung. Pertunjukan wayang segera dimulai.

Lalu para wayang itu masuk ke dalam biliknya. Jemari lentik di ujung selendang; menari sesaat dan lunglai di lantai. Mereka dipaksa menari, mereka tak mengerti.

Pohon-pohon menjulang tinggi di tepi danau. Ada desau angin berpusar. Di sana -di antara semak-semak dan bunyi jangkrik- Kunthi seolah kena hipnotis, lalu disetubuhi oleh empat lelaki yang tidak dikenalinya. Mereka datang sebagai angin, lalu menghilang sebagai cahaya.

Sementara itu, di ruang tahta Astina, Pandu –suami Kunthi- yang dalam dirinya melekat kutukan mandul terpaksa menikah lagi dengan Madrim, yang juga tak pernah bisa dibuahinya.

Adegan berikutnya, Sundari yang tak dikaruniai anak harus rela dimadu Abimanyu dengan Utari. Tubuh Shinta pun dibakar oleh Rama hanya sekedar untuk menguji kesucian dan kesetiaannya. Bahkan Anjani, yang sangat cantik, harus tabah meski hamil tanpa suami, dan wajahnya berubah menjadi kera, serta anaknya menjadi kera pula -Hanoman. Malam mulai menghitam. Bulan hampir mencapai titik jenuhnya, pertunjukan wayang itu belum juga usai. Harapan yang dipinta pun tak kunjung datang memberi kabar.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com