Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Budidaya Kerapu Bisa Rusak Terumbu

Kompas.com - 24/04/2011, 15:55 WIB

KOMPAS.com — Budidaya kerapu merupakan salah satu upaya untuk mencegah pengambilan ikan karang tersebut secara langsung di alam. Namun, budidaya yang tidak efisien juga tetap bisa merusak ekosistem terumbu karang.

Demikian dikatakan Direktur Eksekutif LSM Mitra Bentala Herza Yulianto dalam acara Media Trip bersama WWF pada hari Senin (18/4/2011) di Lampung. Ia mengatakan, kerapu biasanya dibudidayakan di keramba apung di laut lepas yang kadang berada di wilayah yang terumbu karangnya masih bagus. Dengan demikian, kondisi lingkungan keramba secara langsung berpengaruh terhadap ekosistem terumbu karang.

Herza mengungkapkan, potensi kerusakan berasal dari material sisa budidaya. "Untuk kerapu, dampak limbahnya bisa lebih kritis karena langsung kontak dengan lingkungannya," ungkap Herza.

Akumulasi sisa pakan, misalnya, bisa mengendap di dasar laut dan terumbu karang. Sisa pakan bisa berubah menjadi zat racun dan mengakibatkan pemutihan terumbu karang. Di Lampung, akumulasi sudah terjadi di wilayah Tanjung Putus.

Menurut Herza, kerusakan masif terumbu karang memang belum terjadi saat ini, tetapi perlu diantisipasi. Ia menekankan penggunaan pakan yang efisien dan pemantauan dasar perairan untuk mendeteksi adanya akumulasi limbah.

Herza bersama timnya juga pernah mengembangkan rumpon untuk mengatasi masalah tersebut.  "Harapannya nanti sisa pakan bisa dimakan oleh ikan-ikan yang terkumpul di situ, tidak langsung ke dasar," urainya.

Zonasi dan perizinan

Sementara itu, Koordinator Program Akuakultur WWF Indonesia, Cut Desiana, mengatakan, untuk mengantisipasi dampak lingkungan akibat budidaya, perlu diupayakan peraturan tentang zonasi dan perizinan.

"Soal lingkungan misalnya, zonasi budidaya juga harus melihat wilayah-wilayah tertentu yang dilindungi, misalnya karena adanya terumbu karang, padang lamun, atau lokasi pemijahan ikan," jelasnya.

Menurut dia, peraturan zonasi yang dikeluarkan pemerintah saat ini belum cukup rigid. "Tata ruang pesisir ini banyak yang belum selesai. Pemerintah daerah belum aktif melakukan pendataan," ungkapnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com