KOMPAS.com - Selasa 12 April 2011, 50 tahun sudah manusia menjalani misi penerbangan ke antariksa. Walaupun Indonesia belum pernah secara langsung terlibat dalam misi penerbangan antariksa berawak, namun prestasi ini pantas dirayakan masyarakat global, sekaligus motivasi untuk bangsa ini.
Adalah Yuri Gagarin, pria berkebangsaan Rusia (saat itu Uni Soviet) yang melakukan penerbangan pertama ke antariksa. Ia melakukannya dengan pesawat Vostok 1. Penerbangannya bertahan selama 108 menit disertai dengan beragam drama, mulai dari gangguan transmisi data, antena dan pemisahan modul.
Ada satu pertanyaan yang mengemuka kala itu. Apa dampak "kondisi tanpa berat" atau weightlessness pada manusia? "Ada kekhawatiran manusia akan kehilangan akal sehat di gravitasi nol, kehilangan kemampuan berpikir rasional," kata Oleg Ivanovsky, salah satu yang terlibat dalam konstruksi Vostok.
Penerbangan memang otomatis. Namun pertanyaannya, bagaimana jika weightlessness menyebabkan kegilaan dan astronotnya mengabaikan program yang telah dibuat. Solusinya, saat itu para insinyur yang terlibat membuat kode keamanan 3 digit. Astronot diwajibkan memasukkan kode untuk mendapat perintah.
Pada akhirnya, semuanya terbukti tak penting. Penerbangan pertama ke antariksa itu sukses. Yuri Gagarin yang melakukan penerbangan menjadi idola bahkan hingga 43 tahun setelah kematiannya akibat kecelakaan saat latihan. Ia juga menjadi model poster partai komunis Uni Soviet.
Semangat menerbangkan manusia pertama sendiri salah satunya muncul dari Sergei Koroloyov, desainer Vostok 1. Semangatnya berkobar setelah peluncuran satelit buatan manusia pertama, Sputnik, pada 4 Oktober 1957 sebagai bagian dari rangkaian Tahun Geofisika International.
Awalnya, misi penerbangan ke antariksa itu hanya didasari keinginan menambah keunggulan Uni soviet dalam perang dingin melawan AS. Namun, akhirnya percobaan terbang selama tahun 1960 dan ledakan launch pad yang menewaskan 126 orang, menyebabkan persoalan keselamatan lebih diutamakan.
Penerbangan pertama yang dilakukan Gagarin hanya terbatas pada orbit tunggal. Tapi, itu tak berarti hal mudah. Boris Chertok, desainer roket top saat itu mengatakan, "melihat standard modern kemampuan roket, kami tak punya optimisme untuk April 1961."
James Oberg, veteran NASA yang kini bekerja sebagai misi angkasa Rusia mengatakan, Korolyov dan stafnya telah berusaha maksimal sehingga penerbangan berjalan mulus. "saya tak melihat adanya cara berbahaya yang diaplikasikan pada Vostok," katanya.
Di luar masalah teknis dan resiko, persaingan untuk menjadi kosmonot pertama yang terbang di antariksa berlangsung ketat. Ada 20 calon kosmonot dan Gagarin adalah favoritnya. Putusan kosmonot yang berangkat baru diberitahukan 3 hari sebelum peluncuran dari kosmodrom Baikonur, Kazahkstan.