Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sayur dalam Pot di Pesisir

Kompas.com - 04/04/2011, 12:58 WIB

KOMPAS.com - Perubahan iklim, yang hadir dalam bentuk intrusi air laut ke daratan, dirasakan warga Cangkring, Kecamatan Cantigi, Indramayu, Jawa Barat. Jangankan tanaman padi, rumput pun sulit tumbuh di desa berbatas laut itu. Sebelum 1998, desa itu masih punya 400 hektar sawah.

"Sebelum 1990-an, kami adalah petani,” kata Zaenudin, warga Cangkring. Perlahan, sawah-sawah mereka tergerus air laut.

Sawah berubah payau. Debit air tawar irigasi jauh lebih kecil dibanding aliran air laut ke darat. Panen padi terus merosot.

Karena itu, sejak 1998, warga desa tergoda mengalihkan lahan jadi tambak udang yang menjanjikan keuntungan tinggi. ”Semua sawah dijadikan tambak karena padi tak mungkin lagi ditanam,” kata Solikhin, Ketua Kelompok Tani Sekar Kedaton dari Cangkring.

Namun, usaha tambak udang hanya bertahan kurang dari lima tahun. Hasil tambak merosot karena berbagai penyakit. Areal tambak bekas sawah sebagian dibiarkan telantar. Kembali ke padi tak mungkin lagi.

Hamparan padi menguning tinggal cerita. Desa itu gersang dan meranggas. Satu-dua pohon kelapa dan pisang yang tumbuh daunnya kuning. Enggan berbuah. Bahkan, rumput hanya tumbuh di musim hujan. Hijau tanaman hanya bunga-bunga yang ditanam warga menggunakan pot, tanahnya dari desa tetangga.

”Bunga dalam pot itu menjadi ide kami mengajak warga menanam sayur dalam polybag plastik,” kata Masroni, Ketua Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia (IPPHTI) Indramayu.

Sejak setahun lalu, IPPHTI Indramayu berupaya menghijaukan kembali Desa Cangkring. Tak mudah. Tanah di Cangkring terlalu asin. Air pasang yang sering merendam pekarangan warga membuat upaya menanam jadi mustahil.

”Kami mendatangkan tanah dari desa lain. Sayuran ditanam di polybag yang disusun di atas gundukan tanah agar bebas dari air pasang,” kata Masroni.

Upaya itu berhasil. Kini, aneka sayur, seperti cabai, terung, kacang panjang, hingga pare, tumbuh di pekarangan warga. ”Sudah bertahun-tahun kami tak makan sayur. Kini, kami bisa makan hasil tanaman sendiri,” kata Solikhin.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com