Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Orangutan, Berliner Sejak 1928

Kompas.com - 23/02/2011, 18:47 WIB

KOMPAS.com — Berlin sebagai kota multikultur tidak hanya tecermin dalam kehidupan sehari-hari warganya, melainkan juga di Kebun Binatang Berlin, rumah bagi ribuan spesies dari berbagai negara. Salah satu penghuninya adalah hewan eksotik dari Indonesia, orangutan sumatera (Pongo abelii).

Di Kebun Binatang Berlin, Bini dan Bagus, anaknya, asyik bergelayutan di antara tali-temali di dalam kandang mereka. Orangutan menghabiskan sebagian besar waktu dalam hidupnya di atas pohon. Ketika Bini bertingkah lucu, seperti berjungkir balik, pengunjung yang menyaksikannya tersenyum. Pengunjung betah berlama-lama di kandang primata, yang tersedia kursi dan bersuhu hangat.

Bini lahir di Kebun Binatang Berlin tahun 1980. Itu berarti dari dalam kandangnya, orangutan yang aslinya hidup di hutan tropis itu ikut menjadi saksi bisu runtuhnya tembok Berlin dan perubahan yang terjadi di kota itu.

Bukan baru-baru saja orangutan menghuni Kebun Binatang Berlin. Tobias Rahde, kurator Zoologischer Garten, mengatakan, orangutan pertama lahir di Kebun Binatang Berlin tahun 1928. Setelah itu, masih ada tiga kelahiran lainnya sebelum pecah Perang Dunia II. Setelah perang usai, program pembiakan dimulai dan bayi orangutan baru lahir tahun 1963.

Saat ini, Kebun Binatang Berlin mempunyai dua kelompok orangutan sumatera. Pasangan Bini, Mano, lahir di Kebun Binatang Rotterdam tahun 1977. Mereka hidup bersama anak mereka Bagus yang lahir tahun 2002 di Kebun Binatang Berlin. Kemudian datang kelompok orangutan kedua, yakni Enche, yang lahir di Kebun Binatang Heidelberg tahun 1989 dan Njamuk yang lahir di Kebun Binatang Berlin tahun 1990. Dari keduanya lahir Satu, anak mereka, pada tahun 2002.

Tobias Rahde mengatakan, pihaknya tidak lagi mendapatkan orangutan secara langsung dari Indonesia. Mereka tidak lagi mengambil hewan dari habitat liar aslinya karena sebagian besar spesies itu terancam punah. Orangutan yang mereka miliki sekarang lahir di kebun binatang.

Sekalipun hewan-hewan tersebut lahir di Berlin, secara biologis tetap merupakan mahluk daerah tropis. Oleh karena itu, selama bulan-bulan musim dingin, hewan-hewan dari negara lain yang beriklim lebih panas disediakan pula ruangan tertutup khusus. Selama musim panas, tidak ada masalah karena cukup hangat. The Monkey House dan Tropical House sengaja dibuat dan selesai dibangun akhir tahun 1970-an. "Mereka tetap hidup dan lebih mudah beradaptasi lantaran lahir di Eropa," ujarnya.

Selain orangutan, beberapa hewan dari Indonesia lainnya ialah tupai (Callosciurus prevostii) dan lutung (Trachypithecus auratus). Pada tahun 1984 dan awal 1990-an, mantan Presiden Soeharto pernah menghadiahkan komodo (Varanus komodoensis) kepada Aquarium Berlin, hanya saja reptil raksasa itu sudah lama mati.

Hewan nyaris punah  

Tidak hanya satwa langka orangutan yang tinggal di Kebun Binatang Berlin. Spesies yang terancam punah dapat dilihat di sini, seperti reptil tuatara (Spehenodon punctatus) asal Selandia Baru yang dapat berumur hingga lebih dari seratus tahun, penguin (Aptenodytes patagonicus), badak hitam (Diceros bicornis) dari Afrika, gajah asia (Elephas maximus), dan tentu saja knut Si Beruang Es (Ursus maritimus).

Kini di Kebun Binatang Berlin terdapat 1.028 mamalia (174 spesies), 2.310 burung (329), 435 reptil (73), 500 amfibi (52), 5.434 ikan (511), serta 6.006 hewan tanpa tulang belakang (586). Spesies tersebut berasal dari berbagai benua. Dengan semua hewan itu, Kebun Binatang Berlin yang dibuka pertama kali tahun 1 Agustus 1844 itu merupakan kebun binatang dengan jumlah spesies terbanyak dan terbesar di dunia.

Tobias mengungkapkan, Kebun Binatang Berlin bersama dengan kebun binatang lain di Eropa bekerja sama dalam berbagai program pembiakan. Kebun Bintang Berlin terlibat dalam 88 program pembiakan berbeda mulai dari tikus lemur yang sangat kecil hingga gajah asia. Khusus untuk orangutan dari Indonesia, Kebun Binatang Berlin terlibat dalam European Endangered Species Programme (EEP). Bayi-bayi hasil pembiakan yang lahir sebagian ditransfer ke berbagai kebun binatang lain di seluruh dunia.

(Indira Permanasari, wartawan Harian Kompas peserta Program Nahaufnahme-Pertukaran Jurnalis, Goethe Institut)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com