Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lima Persen Karst Indonesia Rusak

Kompas.com - 10/01/2011, 04:19 WIB

YOGYAKARTA, KOMPAS - Sekitar 5 persen dari seluruh wilayah karst Indonesia yang luasnya 140.000 kilometer persegi rusak. Penyebab kerusakan bentang alam unik ini antara lain adalah aktivitas penambangan batu gamping dan penggundulan vegetasi di atas kawasan karst.

Pelestarian karst dinilai penting karena, selain unik, kawasan karst berfungsi sebagai kantong penyimpanan cadangan air bersih dan penyerap karbon. Guru Besar Geografi dan Pakar Karst dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Suratman mengatakan, kerusakan karst yang cukup parah salah satunya terlihat di daerah Klaten, Jawa Tengah.

”Di Klaten, bukit gamping sudah nyaris lenyap karena ditambang dan faktor lainnya,” katanya di sela-sela konferensi internasional karst yang dihadiri 93 peserta dari 13 negara di UGM, Yogyakarta, Jumat (7/1).

Kerusakan karst lainnya terdapat di Karang Bolong, Kebumen, Jawa Tengah, dan Gunung Kidul, DI Yogyakarta. Di Gunung Sewu, Gunung Kidul, kerusakan karst sekitar 20 persen. Laju kerusakan semakin masif karena penambangan modern dan makin padatnya permukiman penduduk di daerah itu.

Kawasan karst merupakan bebatuan gamping, dolomit, marmer, batu garam, dan gipsum yang telah mengalami karstifikasi (proses menjadi karst). Kawasan ini ditandai dengan keunikan ekosistem yang terdiri dari jaringan sungai bawah tanah, sistem perguaan, serta perbukitan menara.

Menurut Suratman, penambangan batu gamping tradisional muncul sekitar tahun 1905 dengan laju kerusakan lambat. Saat ini, penambangan karst juga dilakukan dengan alat modern.

Batu gamping biasanya ditambang sebagai bahan baku utama semen. Banyak penambangan batu gamping dilakukan secara ilegal. Akibatnya, aktivitas ini tidak terkontrol dan semakin mengancam kelestarian karst.

Kemiskinan

Suratman mengatakan, penambangan batu gamping erat kaitannya dengan tingginya kemiskinan. Penduduk di kawasan karst umumnya terbelit kemiskinan karena tanahnya tandus dan kering. Akibatnya, penduduk kesulitan mengolah tanah. Untuk memperoleh uang dengan cepat, penduduk menambang karst yang bernilai ekonomi tinggi.

Padahal, dengan pengelolaan yang baik, kawasan karst dapat dikembangkan menjadi kawasan wisata dengan pendapatan lebih besar. Hal ini telah dilakukan di beberapa negara, seperti Jepang dan Slovenia.

”Setidaknya ada tiga kawasan yang berpotensi dikembangkan menjadi sejenis taman wisata geo-park, yaitu kawasan karst Gunung Kidul, Karang Bolong di Kebumen, dan Pacitan di Jawa Timur,” kata Suratman.

Peneliti Karst UGM lainnya, Eko Haryono, menuturkan, Indonesia kaya dengan kawasan karst. Meski terlihat tandus di permukaan, kawasan karst adalah tempat penyimpanan cadangan air bersih. Sekitar 25 persen penduduk dunia bertumpu pada kawasan karst untuk memenuhi kebutuhan air bersih.

Bentang alam ini juga mampu menyerap karbon yang mencemari udara dalam jumlah besar. Setiap tahun, kawasan karst menyerap lebih kurang 218,86 kilogram per kilometer persegi karbon di atmosfer. (IRE)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com