Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akil: Saya atau Dia yang Masuk Penjara

Kompas.com - 10/12/2010, 12:41 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Hakim Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar, mengatakan, dia memutuskan melaporkan Bupati Simalungun JR Saragih beserta dua kuasa hukumnya dalam sengketa pilkada, Refly Harun dan Maheswara Prabandono, untuk membuktikan apakah dugaan penyuapan dan pemerasan di Mahkamah Konstitusi (MK) itu benar atau tidak.

Namun, ia memastikan tak pernah sedikit pun menerima suap, apalagi memeras dalam menyelesaikan sengketa Pilkada Kabupaten Simalungun. "Hanya dua kemungkinannya, mereka yang masuk penjara atau saya yang masuk penjara. Kalau bisa dibuktikan, saya bersedia masuk penjara. Tidak ada urusan. Tapi kalau tidak, mereka yang menuduh harus siap," ucapnya dalam keterangan pers di Gedung MK, Jakarta, Jumat (10/12/2010).

Akil mengatakan, temuan tim investigasi internal MK yang diketuai Refly Harun menyebut namanya sebagai hakim yang memeras dan menerima suap dalam penyelesaian kasus sengketa Pilkada Kabupaten Simalungun.

Dalam sidang sengketa Pilkada Kabupaten Simalungun, Akil memang bertindak sebagai ketua panel. Tim investigasi menyebut, Saragih meminta diskon Rp 1 miliar dari lawyer fee Rp 3 miliar yang ditagih Refly dan Maheswara. Menurut Saragih, uang Rp 1 miliar itu akan diberikan kepada hakim MK yang sudah menangani perkaranya.

Kronologi ini pula yang dibeberkan Refly dalam tulisannya di kolom opini harian Kompas, 25 Oktober lalu. Akil juga disebut bertemu langsung dengan Saragih di salah satu rumah sakit di kawasan Jakarta Selatan dan kediaman pribadi Saragih di kawasan Pondok Indah. Akil juga diduga menerima uang yang disebut dititipkan melalui sopir Saragih.

Akil membantah pernah menerima uang tersebut. Bertemu atau berhubungan saja pun tidak pernah. Dalam siaran televisi nasional tadi pagi, Saragih juga membantah telah dimintai keterangan oleh tim investigasi internal MK.

"Tim harusnya bisa memeriksa sumber Bupati Simalungun, tapi itu tidak dilakukan. Padahal, stasiun televisi bisa melakukan itu. Menurut saya, laporan investigasi ini masih terlalu sumir untuk menuduh seorang melakukan tindak pidana. Jadi kita serahkan saja kepada KPK," tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Video Pilihan Video Lainnya >

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com