Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Panas Bumi untuk Minyak Atsiri

Kompas.com - 09/12/2010, 12:56 WIB

KOMPAS.com — Indonesia, khususnya Garut, Jawa Barat, memiliki potensi yang sangat besar dalam industri minyak atsiri di dunia, terutama minyak akar wangi atau vetiver root oil. Selama ini puluhan penyuling akar wangi di Garut terjepit di antara dua persoalan: krisis bahan bakar dan tengkulak yang mencekik.

Kebijakan pemerintah akhir tahun 2005 tentang mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM) dengan menaikkan harga BBM lebih dari 100 persen telah menempatkan para penyuling di ambang kehancuran. Biaya membeli minyak tanah sebagai bahan bakar utama penyulingan naik lebih dari dua kali lipat. Sementara harga minyak akar wangi kerap tak menentu akibat ulah para tengkulak.

Kondisi semakin sulit tatkala banyak penyuling yang ditangkap polisi gara-gara membeli minyak tanah dalam jumlah besar. Aturan pembatasan pembelian menjadi tembok penghalang menyakitkan bagi penyuling yang membutuhkan 250 liter minyak tanah untuk sekali menyuling selama lebih kurang 24 jam. Terlebih untuk bisa keluar dari jerat hukum mereka kerap ”menyetor” uang jutaan rupiah kepada polisi.

Dampaknya, kini, dari 30 penyuling akar wangi, 20 di antaranya kolaps. Lahan akar wangi seluas 2.400 hektar yang tersebar di lima kecamatan pun menyusut menjadi sekitar 1.000 hektar.

Mereka yang masih bertahan menyiasati persoalan bahan bakar ini dengan memakai solar atau oli bekas sebagai bahan bakar. Upaya efisiensi bahan bakar dengan menaikkan temperatur dan mempersingkat lama pembakaran membuat minyak akar wangi gosong karena disuling dengan tekanan 5-6 bar dalam waktu lebih singkat.

Krisis bahan bakar itu menginspirasi sekumpulan anak muda asal Garut yang tersebar di berbagai perguruan tinggi yang tergabung dalam Paguyuban Mahasiswa Asal Garut (Asgar Muda). Mereka menelurkan gagasan pemanfaatan panas bumi sebagai bahan bakar penyulingan. Sebuah gagasan yang—meskipun bukan hal baru—harus diapresiasi karena lahir dari generasi muda di sebuah negara tropis yang masih amat bergantung kepada bahan bakar fosil.

Mereka menilai kondisi Garut sangat ironis. Panas bumi dari sumur-sumur di kawah Kamojang dan Darajat di Garut menghasilkan listrik ratusan megawatt yang bisa dinikmati masyarakat luas. Namun, di tengah potensi energi panas bumi yang melimpah ruah itu masih ada penduduk Garut yang kelangsungan ekonomi keluarganya terganggu akibat kesulitan bahan bakar.

Ketua Dewan Pembina Asgar Muda Goris Mustaqim berpikiran, mengapa tidak sumur-sumur panas bumi Pertamina Geothermal Energy (PGE) yang idle dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menyuling akar wangi. Selain ramah lingkungan, energi terbarukan dan minim polusi ini juga dinilai lebih ekonomis dibandingkan dengan bahan bakar lain.

Serangkaian uji coba telah dilakukan di Laboratorium Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung (ITB) guna menemukan kalkulasi tekanan, temperatur, dan lama penyulingan yang pas menggunakan panas bumi. Hasil uji coba diperoleh bahwa dengan tekanan optimum 2-3 bar dan lama penyulingan 20 jam bisa dihasilkan rendemen akar wangi hingga 2 persen, lebih besar daripada selama ini sebesar 0,3 persen.

Dengan demikian, kesimpulannya, penggunaan panas bumi pada penyulingan akar wangi dapat meningkatkan rendemen dan kualitas minyak akar wangi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com