Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Data Perubahan Iklim di Kotoran Hewan

Kompas.com - 18/10/2010, 20:44 WIB

LONDON, KOMPAS.com - Para ilmuwan dari Universitas Leicester, Inggris menggunakan sampel yang tak biasa untuk menganalisis perubahan iklim, yaitu dengan kotoran hyrax batu (Procavia capensis). Hyrax adalah spesies hewan pengerat sebesar kelinci namun lebih dekat kekerabatannya dengan gajah. Hewan ini banyak ditemukan di negara-negara Afrika seperti Namibia dan Bostwana.

Menurut para ilmuwan, kotoran hyrax sangat penting karena bisa mengungkap data perubahan iklim selama puluhan ribu tahun. Selama hidupnya, hewan yang hidup berkelompok itu membuang kotoran di tempat-tempat tertentu ibarat sebagai toilet umum bagi kawanannya. Urin dan kotoran dibuang di tempat yang sama di celah-celah tebing dan dalam jangka waktu hingga ribuan tahun, urin tersebut terakumulasi dan mengkristal membentuk tumpukan kotoran yang biasa disebut midden.

Kotoran yang mengkristal itulah yang selanjutnya digunakan sebagai bahan untuk menganalisa perubahan iklim. Dengan menggunakan teknik forensik, tim peneliti telah mampu mengidentifikasi zat-zat organik yang terdapat pada midden, meliputi zat sisa metabolisme hyrax dan molekul turunan dari tumbuhan yang mampu melewati proses pencernaan hyrax. Jejak urin dan kotoran hyrax ini bisa berfungsi sebagai penanda biologi untuk memberi petunjuk pada jenis tumbuhan yang dulu dimakan oleh hewan ini dan kondisi lingkungan tempat hyrax hidup dulu. Jadilah, midden mampu menggambarkan perubahan iklim selama 30.000 tahun terakhir.

"Analisis iklim masa lalu di wilayah Afrika terfragmentasi. Midden menyajikan rekaman perubahan iklim daratan yang sangat baik dan bisa dibandingkan dengan analisa dengan menggunakan sampel bahan dari laut dalam. Ini mengijinkan kita untuk berpikir lebih detail tentang pemicu perubahan iklim di Afrika," kata Andrew Carr, salah satu anggota dari tim peneliti ini.

Lebih lanjut, Carr mengatakan bahwa perubahan iklim Afrika sangatlah dinamis. Perubahan itu tampak dalam perilaku yang kompleks sejak selama dan setelah zaman es terakhir (kurang lebih 20.000 tahun yang lalu). Ia juga menambahkan bahwa langkah selanjutnya dari proyek penelitian ini adalah membandingkan data hasil analisa midden dengan simulasi iklim masa lalu berdasarkan model simulasi berbasis komputer yang digunakan untuk mensimulasikan iklim masa lalu dan masa depan untuk mengevaluasi performa dan alasan perubahan iklim.

Sepintas, analisa perubahan iklim menggunakan sampel urin ini tampak mudah, tinggal ambil sampel dan membawanya ke laboratorium. Namun ternyata langkah-langkah menelaah perubahan iklim dengan cara yang unik lewat deposit urin ini cukup sulit. Brian Chase, salah satu anggota tim peneliti, harus memanjat tebing untuk mendapatkan sampel serta berusaha keras memotong sampel yang telah mengkristal itu dengan gerinda. Untunglah, Chase sudah ahli dalam memanjat tebing sehingga mampu menjangkau daerah yang jarang bisa diakses oleh orang lain itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com