Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Optimistis Penerapan REDD+

Kompas.com - 06/08/2010, 03:43 WIB

NUSA DUA, KOMPAS - Di tengah kompleksitas persiapan dan penerapannya, Indonesia optimistis bisa merealisasikan konsep pengurangan emisi dari deforestasi, degradasi hutan, konservasi stok karbon dari hutan, serta peningkatan stok karbon dari hutan.

Optimisme tersebut ditegaskan Staf Ahli Menteri Kehutanan Wandojo Siswanto dalam paparannya terkait persiapan Indonesia untuk penerapan konsep pengurangan emisi dari deforestasi, degradasi hutan, konservasi stok karbon dari hutan, serta peningkatan stok karbon dari hutan (REDD+) dalam pertemuan pleno acara Pertemuan ke-9 Kemitraan Hutan Asia (AFP) dan Dialog AFP 2010, Tantangan Kepemerintahan terkait Hutan Setelah Kopenhagen: Perspektif Asia-Pasifik pada Kamis (5/8) di Nusa Dua, Bali.

Acara yang berlangsung dua hari hingga Jumat (6/8) ini dihadiri sejumlah lembaga nonpemerintah internasional dan nasional, perwakilan pemerintah pusat dan daerah, serta sejumlah akademisi.

Kompleksitas persiapan dan pelaksanaan REDD+ terungkap dalam dua sesi pleno yang menampilkan peneliti internasional dari Center for International Forestry Research (CIFOR), Daju Resosudarmo; Moray McLewish dari World Resources Institute; Lex Hovani dari The Nature Concervancy untuk kasus Kabupaten Berau; Wilistra Dani yang menangani Kalimantan Forest and Climate Partnership; dan Meine van Noordwijk dari World Agroforestry Center.

Menurut Daju yang memaparkan hasil penelitiannya bersama Elena Petkova, sekarang REDD+ menjadi isu penting. Lebih dari 40 negara sedang mempersiapkan strategi nasional REDD+ dan lebih dari 100 demonstrasi REDD+ sedang dilakukan untuk mendapatkan model yang pas.

Optimistis

Wandojo, yang juga menjadi koordinator kelompok kerja perubahan iklim pada Kementerian Kehutanan, seusai pleno menegaskan, ”Kami optimistis bisa siap setelah 2012, tetapi tentu menunggu kesepakatan pada Kerangka Kerja Konvensi PBB mengenai Perubahan Iklim (UNFCCC) terhadap REDD+ setelah tahap pertama Kyoto Protokol berakhir tahun 2012.”

Di sisi lain, dia mengakui, masih banyak persoalan yang harus diselesaikan agar Indonesia siap. ”Pertama adalah komitmen kita akan tata ruang. Kita belum punya tata ruang yang aman karena selalu berubah. Kalau mau (menerapkan REDD+), harus ditetapkan target secara nasional. Tidak semua hutan kita tebang. Yang kedua adalah pengelolaan terhadap hutannya sendiri di mana harus bisa memberikan insentif bagi masyarakat di sekitarnya kalau ditetapkan sebagai hutan konservasi,” tutur Wandojo. Juga perlu diatur siapa yang bertanggung jawab akan benefit yang didapat, apakah pemerintah pusat, daerah, pengusaha, atau masyarakat lokal.

Saat ini Kementerian Kehutanan bekerja sama dengan sejumlah lembaga internasional baru melakukan percobaan di tujuh lokasi, ditambah satu kabupaten, yaitu Kabupaten Berau, dan Provinsi Sulawesi Tengah.

Kebijakan terputus-putus

Sejumlah penyaji mengungkapkan kompleksitas masalah REDD+ di Indonesia, antara lain terputus-putusnya kebijakan akibat adanya otonomi daerah. Ketika kebijakan nasional dibuat oleh pemerintah pusat, izin mengelola hutan untuk berbagai kepentingan justru dikeluarkan pemerintah kabupaten. Akibatnya, terjadilah tumpang tindih izin. ”Kami sedang mengumpulkan izin-izin untuk dikaji,” tutur Wandojo.

Selain itu juga muncul inkonsistensi kebijakan. Ketika pemerintah pusat menyatakan moratorium, menyusul kesepakatan melalui letter of intent dengan Norwegia dan menurunkan emisi karbon 26 persen pada 2020, ternyata kebijakan sektor pertambangan dan pertanian berbeda. (ISW)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Kisah Penemuan Kerabat T-Rex, Tersembunyi di Laci Museum Selama 50 Tahun
Kisah Penemuan Kerabat T-Rex, Tersembunyi di Laci Museum Selama 50 Tahun
Fenomena
Planet Baru Mirip Bumi Ditemukan Mengorbit Bintang Katai 
Planet Baru Mirip Bumi Ditemukan Mengorbit Bintang Katai 
Fenomena
Mengapa Evolusi Bisa Menjelaskan Ukuran Testis Manusia Tapi Tidak Dagu Kita yang Unik
Mengapa Evolusi Bisa Menjelaskan Ukuran Testis Manusia Tapi Tidak Dagu Kita yang Unik
Kita
Paus Pembunuh Berbagi Mangsa dengan Manusia: Tanda Kepedulian atau Rasa Ingin Tahu?
Paus Pembunuh Berbagi Mangsa dengan Manusia: Tanda Kepedulian atau Rasa Ingin Tahu?
Oh Begitu
Apakah Kucing Satu-Satunya Hewan yang Bisa Mengeluarkan Suara Mendengkur?
Apakah Kucing Satu-Satunya Hewan yang Bisa Mengeluarkan Suara Mendengkur?
Oh Begitu
Siapakah Pemburu Terhebat dan Terburuk di Dunia Hewan? 
Siapakah Pemburu Terhebat dan Terburuk di Dunia Hewan? 
Oh Begitu
Misteri Sepatu Raksasa Romawi Kuno, Siapakah Pemiliknya?
Misteri Sepatu Raksasa Romawi Kuno, Siapakah Pemiliknya?
Oh Begitu
Bagaimana Wujud Neanderthal dan Denisovan Jika Masih Hidup Hari Ini?
Bagaimana Wujud Neanderthal dan Denisovan Jika Masih Hidup Hari Ini?
Kita
NASA Temukan Objek Antar-Bintang yang Melintas Cepat di Tata Surya
NASA Temukan Objek Antar-Bintang yang Melintas Cepat di Tata Surya
Fenomena
Keindahan Planet Merkurius Terlihat Jelas di Langit Senja Juli Ini
Keindahan Planet Merkurius Terlihat Jelas di Langit Senja Juli Ini
Oh Begitu
Ditemukan, Planet Ekstrem yang Memicu Semburan Energi di Bintang Induknya
Ditemukan, Planet Ekstrem yang Memicu Semburan Energi di Bintang Induknya
Oh Begitu
Bisakah Serigala dan Rubah Kawin Silang? Ini Jawaban Ilmiahnya
Bisakah Serigala dan Rubah Kawin Silang? Ini Jawaban Ilmiahnya
Oh Begitu
Satelit “Zombie” NASA Kembali Hidup, Pancarkan Sinyal Radio Setelah 60 Tahun Mati Total
Satelit “Zombie” NASA Kembali Hidup, Pancarkan Sinyal Radio Setelah 60 Tahun Mati Total
Oh Begitu
Teleskop Webb Ungkap Rahasia Materi Gelap di Zona Tabrakan Kosmik
Teleskop Webb Ungkap Rahasia Materi Gelap di Zona Tabrakan Kosmik
Fenomena
Peneliti Temukan Saklar Kolesterol, Harapan Baru Cegah Penyakit Jantung, Diabetes, dan Kanker
Peneliti Temukan Saklar Kolesterol, Harapan Baru Cegah Penyakit Jantung, Diabetes, dan Kanker
Kita
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau