Jakarta, Kompas
”Perubahan yang sangat cepat itu sebagai dampak pemanasan global,” kata Kepala Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Edvin Aldrian, Jumat (9/4) di Jakarta.
Menurut Edvin, saat ini nilai indeks Nino 3 untuk memantau perubahan fenomena El Nino dan La Nina menunjukkan angka 0,5. Diperkirakan, angkanya terus menurun hingga pada awal Mei nanti bisa menembus minus satu, yang berarti timbul fenomena La Nina di wilayah Pasifik.
Dampak La Nina bagi wilayah Indonesia umumnya mendatangkan intensitas hujan lebih tinggi dibandingkan pola normal. Diperkirakan, La Nina bisa terjadi sampai November atau Desember 2010.
Manajer Laboratorium Teknologi Sistem Kebumian dan Mitigasi Bencana Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Fadli Syamsudin mengatakan, La Nina hingga masuk musim hujan akan berdampak pada meningkatnya curah hujan. Potensi banjir pun menjadi meningkat.
”Upaya mitigasi banjir semestinya ditingkatkan. Seperti di wilayah Jawa Barat, lokasi yang sudah terkena banjir pun kembali rentan terkena bencana tersebut,” kata Fadli.
Banjir di Jawa Barat yang datang bertubi-tubi pada tahun 2010 ini, menurut Fadli, dipengaruhi kondisi ekstrem. Berdasarkan analisisnya, banjir di Jawa Barat dipengaruhi hujan lokal yang deras di wilayah pegunungan dan kondisinya berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.
Fadli menyampaikan, analisis terhadap penyebab intensitas hujan deras itu dipengaruhi gangguan gelombang atmosfer periode 5-6 hari. Suhu di wilayah pegunungan Bogor dan Bandung begitu cepat berubah.
”Suhunya lebih cepat meningkat dari biasanya sehingga akumulasi penguapan lebih cepat dan mengakibatkan pembentukan awan yang mendatangkan hujan deras,” kata Fadli.
Gangguan gelombang atmosfer ini belum diketahui penyebabnya. Menurut Fadli, periode musim hujan 2009-2010 juga tidak menimbulkan banjir besar di wilayah Jakarta meski lokasinya berdekatan dengan wilayah Bogor yang turut terpengaruh dengan adanya gangguan gelombang atmosfer tersebut.