SEMARANG, KOMPAS - Populasi kerang raksasa (giant clams) atau yang dikenal dengan nama kima atau kimo di Kepulauan Karimunjawa, Jepara, terancam punah karena populasinya menurun. Pada tahun 1985, kepadatan organisme laut yang dilindungi di wilayah itu mencapai 0,125 individu per meter persegi. Pada 2007, kepadatan kima hanya 0,08 individu per meter persegi.
Demikian disampaikan Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Diponegoro Semarang Ambariyanto dalam pidato pengukuhannya di Kota Semarang, Jawa Tengah, Kamis (11/3). Pidatonya berjudul "Kebijakan Pengelolaan Organisme Laut Dilindungi: Kasus Kerang Raksasa".
"Sebelumnya ada banyak spesies kima di Karimunjawa. Kini hanya ada satu atau paling banyak dua spesies yang tersisa di Karimunjawa. Padahal, dari delapan spesies kima di seluruh dunia, Indonesia memiliki tujuh di antaranya," ujar Ambariyanto.
Ambariyanto mengatakan, semakin berkurangnya kima disebabkan oleh tidak terkendalinya pengambilan kima dari laut. Apalagi permintaan kima dari luar negeri kini cukup tinggi dengan harga yang juga tinggi, sekitar 69 dollar AS hingga 549 dollar AS per ekor.
Cenderamata
Menurut Ambariyanto, pembangunan yang lebih terfokus pada faktor ekonomi menyebabkan berbagai pihak tidak memedulikan kelestarian alam. Akibatnya, masih banyak masyarakat umum, bahkan petugas, yang turut berpartisipasi untuk kepunahan organisme tertentu, misalnya dengan membawa organisme langka dalam bentuk cenderamata.
"Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 12/Kpts/II/1987 serta Peraturan Ppemerintah Nomor 7 Tahun 1999 menetapkan beberapa spesies organisme termasuk dalam kategori dilindungi. Namun, implementasinya masih sangat kurang," ujar Ambariyanto.
Oleh karena itu, kata Ambariyanto, pemerintah perlu memahami dengan benar organisme yang dilindungi secara detail. Dengan begitu, penanganan serta pembudidayaan untuk pemulihan atau kepentingan ekonomi dapat terwujud.
Rektor Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Susilo Wibowo mengatakan, Undip akan memprioritaskan FPIK dalam kegiatan-kegiatan riset. Harapannya, FPIK dapat memberi andil dalam memberi solusi atas permasalahan kelautan di Indonesia.
Selain mengukuhkan Ambariyanto, Undip juga mengukuhkan Muchamad Syafruddin dengan pidato pengukuhan "Peran Akuntansi dalam Proses Reformasi Birokrasi di Indonesia" serta Purbayu Budi Santosa dengan pidato pengukuhan "Kegagalan Aliran Ekonomi Neoklasik dan Relevansi Ekonomi Kelembagaan dalam Ranah Kajian Ekonomi". (UTI)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.