Jakarta, Kompas
”Ada dua alternatif sel surya yang akan diproduksi, yakni yang mampu memproduksi listrik dengan cepat serta sel surya yang lambat. Untuk membangun pabrik sel surya yang lambat itu diperlukan Rp 40 miliar-Rp 50 miliar investasi. Sementara ini, saya sudah menerima rencana kerja pembangunan pembangkit listrik tenaga surya dari Len (PT Len Industry Persero) yang, antara lain, berisi rencana pembangunan pabrik itu,” ujar Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa di Jakarta, Jumat (4/12).
Menurut Hatta, pemerintah akan mendorong industri panel surya domestik karena sumber tenaga listrik ini akan diarahkan sebagai solusi untuk memenuhi kebutuhan listrik di daerah yang tingkat elektrifikasinya rendah.
Produk sel surya Len akan dipasarkan ke semua wilayah, tetapi pemerintah akan mengutamakan penggunaannya di daerah terpencil atau pulau terluar yang belum tersentuh listrik. ”Sel surya ini bukan sekadar produk diversifikasi pembangkit listrik, melainkan sumber untuk meningkatkan elektrifikasi. Sel surya ini lebih murah pemeliharaannya dan mudah penggunaannya, tetapi investasinya memang butuh dana cukup besar,” ujarnya.
Dalam kaitan itu, pemerintah mencari potensi pendanaan dari luar APBN, antara lain dari BUMN. Hal ini memungkinkan karena peluang usaha dalam industri panel surya sangat menjanjikan dan menguntungkan untuk dikomersialkan.
”Jadi, kemungkinannya nanti akan ada dukungan BUMN dan Len pelaksananya. Sebab, di Len sendiri sudah dikembangkan pabrik sel surya mini dengan kapasitas sekitar 8.000 watt dengan sel surya,” ujar Hatta.
Di pasar internasional dikenal dua jenis sel surya yang banyak diperdagangkan, yakni crystalline silicon dan thin film (kertas film tipis). Harga jual crystalline silicon juga berlainan. Untuk multi-crystalline silicon 1,98 dollar AS atau Rp 19.800 per watt, sedangkan untuk jenis mono-crystalline silicon 2,7 dollar AS atau Rp 27.000 per watt.
Adapun harga jenis thin film terendah mencapai 1,76 dollar AS per watt. Len adalah BUMN yang berencana mengoperasikan pabrik panel surya pada 2011. Pabrik akan dibangun di Bandung, di lingkungan Kantor PT Len Industri. Pada tahap awal, kapasitas produksi diperkirakan sekitar 25 MW.
Sebelumnya, Dirut PT Len Industri Wahyuddin Bagenda menyebutkan, produksi 50 MW kemungkinan baru tercapai tahun 2014. Produksi diupayakan menjadi 100 MW hingga menjadi 250 MW pada 2025 (Kompas, 8 Oktober 2009).
Panel surya adalah alat untuk menyerap sinar matahari yang kemudian diubah menjadi tenaga listrik. Panel itu berbentuk lempeng bersegi empat.
Len memperhitungkan, nilai investasi untuk pabrik sekitar Rp 1,25 triliun jika yang diproduksi adalah teknologi thin film. Kepastian proyek ini menunggu keputusan presiden.