Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Faisal Basri, Sang Intelektual Aktivis Beransel

Kompas.com - 11/10/2009, 09:41 WIB

KOMPAS.com - Ada dua kelompok intelektual. Pertama, kelompok intelektual murni yang ingin mengetahui dan mengkaji semua persoalan yang digelutinya melalui berbagai kegiatan ilmiah dan akademis. Kedua, intelektual aktivis yang tidak cukup memahami dan mempelajari ilmu pengetahuan yang dipelajarinya, tetapi memiliki hasrat untuk mengubah keadaan.

Faisal Basri termasuk intelektual aktivis. Dia seorang yang kritis, pragmatis, tetapi tetap berpijak pada prinsip-prinsip dasar tertentu,” kata Boediono, wakil presiden terpilih 2009-2014, ketika memberikan sambutan pada peluncuran buku Lanskap Ekonomi Indonesia dan seminar tentang kondisi, tantangan, dan prospek ekonomi Indonesia pada pemerintahan kedua Susilo Bambang Yudhoyono di Jakarta, Rabu (7/10) lalu.

Bedah buku dan seminar yang dipandu moderator Suryopratomo itu juga menghadirkan tiga pembicara, yakni Firmansyah (Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia), Lin Che Wei (konsultan investasi), dan Anis Baswedan (Rektor Universitas Paramadina).

Sebelum memulai sambutannya, Boediono membacakan sebagian puisi karya Faisal Basri berjudul Keniscayaan Perubahan yang dibuat 1 Januari 1998. Gemuruh semakin menggelegar, Derap perubahan menghentak-hentak, Sumbat-sumbat telah terpental, Pekik perlawanan tak terbendungkan, Itulah pertanda era baru akan membentang, Cuma dalam hitungan bulan....

Buku setebal 622 halaman yang diterbitkan Kencana Prenada Media Group itu disusun berdua oleh Faisal Basri dan Haris Munandar. Buku ini berisi kajian dan renungan terhadap masalah-masalah struktural, transformasi baru, dan prospek perekonomian Indonesia.

Menurut Boediono, dalam menyampaikan pandangannya, Faisal Basri tidak pernah sungkan untuk menyampaikan fakta dan data. Karena itu, adakalanya dia sering ”menabrak” kebijakan pemerintah.

Meski demikian, dia juga termasuk orang yang pragmatis. Faisal Basri tidak hanya mengkritik, tetapi juga memberikan solusi yang realistis.

Ransel dan sepatu sandal

Sebagai ekonom, Faisal Basri juga tidak berpihak pada mazhab tertentu. ”Pikirannya selalu bebas, tidak terikat, pragmatis, kritis, dan konsisten, tetapi tetap dilandasi prinsip-prinsip dasar tertentu,” kata Boediono.

Pandangan, komentar, dan tulisan Faisal Basri selalu menekankan pada tiga hal. Pertama, rasa keadilan yang sangat kuat. Kedua, fokus pada manusia sebagai point central. Ketiga, selalu mengacu pada kemaslahatan umum, bukan kepada orang per orang atau kelompok.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com