Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hidayat Nurwahid : Soeharto Bukan Guru Bangsa

Kompas.com - 22/11/2008, 20:53 WIB

JAKARTA, SABTU - Secara jujur, mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nurwahid  tidak sepakat dengan apa yang diiklankan oleh partainya, yang mensejajarkan mantan penguasa Orde Baru, Soeharto sebagai guru bangsa. Ia kemudian berharap kepada para petinggi PKS ini secara bijaksana untuk memahami permasalahan yang timbul dengan dikeluarkannya iklan yang dimuat di beberapa stasiun televisi beberapa waktu lalu ini.

"Ini memang terkait dengan kepentingan partai karena selama ini sejak berdiri PK kemudian PKS, selalu mengkritisi Soeharto secara tegas. Oleh karena itu, perlu langkah bijak yang dilakukan untuk melakukan langkah-langkah dalam menyelamatkan PKS. Saya juga mempermasalahkan penyebutan nama (guru bangsa) terhadap itu (Seoharto)," kata Hidayat Nurwahid dalam perbincangan dengan Persda Network, Sabtu (22/11).

Hidayat tidak mengetahui secara persis asal muasal iklan itu kemudian muncul karena itu sudah menjadi kebijakan di internal para petinggi PKS.  Namun, menururtnya, dari tujuh tokoh pahlawan nasional yang ditampilkan, seperti Bung Karno, Bung Hatta, Bung Tomo, Kh Hasyim Asyari, KH Ahmad Dahlan, H Agus Salim  atau yang lain (kecuali Soeharto), dianggapnya sudah tepat dijuliki sebagai guru bangsa.

Saat ditanya apakah dengan kasus iklan PKS itu akan membuat suara PKS akan turun pada Pemilu 2009 nanti, Hidayat Nurwahid tidak meyakini. Hal itu, kata Hidayat, tentunya sesuatu yang harus diperdebatkan terlebih dahulu.

Sebelumnya, Koordinator Kontras Usman Hamid secara tegas menolak diberi gelar sebagai tokoh muda potensial melalui anugerah PKS Award yang digelar di Gedung Sabuga, Bandung, Kamis (20/11) malam kemarin. Usman Hamid, tegas menolak lantaran PKS menganugerahkan mantan penguasa Orde Baru sebagai salah satu guru bangsa. Ia menyatakan, PKS telah keluar dari jalur reformasi.

"Permasalahannya adalah pada kejujuran dan realitas ketidakadilan masa lalu dan kesadaran untuk hidup bersama dalam nilai moral reformasi. Soeharto bukan personafikasi kebebasan, kesederajatan, dan penghormatan martabat manusia. Itulah ide yang patut diperjuangkan bersama," tutur Usman Hamid dalam pesan singkatnya kepada Persda Network.  
 
Ide dibalik kritik, kata Usman, adalah kehendak menghapus upaya terselubung untuk melupaka kejahatan masa lalu. Termasuk, yang menunggalkan kehidupan sosial politik dengan menebar teror dan kekerasan.

"Semangat PKS menyamakan Soeharto dengan pendiri bangsa, telah menabrak fatsoen politik reformasi dan sendi kehidupan berbangsa. Status hukum Soeharto masih tersangka korupsi dan tidak ada deponir dari Jaksa Agung.  Tak ada abolisi Presiden juga. Tak ada pencabutan TAP MPR tentang Soeharto tentang pemberantasan KKN, pengadilan Soeharto dan kroni-kroninya.
Hal-hal semacam ini yang harus dilihat secara jujur, bukan malah menjadikan Soeharto sebagai pahlawan," tandas Usman Hamid.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com