Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peringatan Dini Longsor Bisa Dibuat Mudah dan Murah

Kompas.com - 08/01/2008, 00:56 WIB

JAKARTA, KCM - Longsor merupakan potensi bencana yang selalu rutin mengancam beberapa wilayah di Indonesia setiap kali memasuki musim hujan. Namun, korban jiwa selalu tak dapat dihindarkan bahkan seringkali tak pernah ada peringatan sebelumnya. Misalnya, longsor di Karanganyar.

Padahal, sistem peringatan dini terjadinya longsor dapat dibuat dengan mudah dan biaya murah. Masyarakat sebenarnya juga dapat mewaspadai potensi terjadinya longsor dengan ’ilmu titen’ atau memperhatikan kebiasaan alam yang sering terjadi.

Misalnya, sistem peringatan yang dikembangkan Jurusan Geologi Universitas Gajah Mada. Pada prinsipnya, sistem tersebut hanya berupa kawat yang dibentangkan di daerah aliran sungai di bagian hulu atau lereng curam yang rawan longsor.

Jika bendung tanah tidak kuat menahan massa tanah, kawat tersebut akan putus dan mengaktifkan alarm. Selain itu, juga terdapat sistem pemantau curah hujan yang akan memberi peringatan jika curah hujannya sudah melampau batas normal yang dapat memicu longsor.

"Masyarakat di desa bisa membuatnya sendiri, murah sekali kok, ratusan ribu sampai beberapa juta rupiah saja biayanya," ujar Dr. Dwikorita Karnawati, pakar longsor dari Jurusan Geologi, Universitas Gajah Mada saat dihubungi Kompas.com, Senin (26/12). Alarm yang singkat dan lemah mungkin dapat diteruskan melalui bunyi kentongan yang sudah disiapkan penduduk sebelumnya.

Selain itu, pergerakan tanah di daerah rawan longsor sebenarnya juga dapat dipantau lebih dulu. Menurut Dr. Krisna S. Pribadi dari Pusat mitigasi Bencana Institut Teknologi Bandung, saat ini sudah dikembangkan ekstensometer sederhana yang mengukur pergerakan tanah secara terus-menerus. 

Sistem seperti ini memungkinkan karena longsor tidak terjadi seketika. Biasanya, longsor diawali dengan retakan tanah atau pengumpulan massa tanah di suatu tempat yang membentuk bendung. Retakan tanah umumnya terjadi di lereng perbukitan, sedangkan bendung biasanya terbentuk di daerah aliran sungai (DAS).

Untuk daerah aliran sungai, beberapa hari sebelum terjadi banjir lumpur, masyarakat sebenarnya juga dapat memerhatikan tanda-tanda alam. Misalnya, aliran sungai yang tadinya bening berubah menjadi sangat keruh atau membawa partikel-partikel pasir. Meski belum dibuktikan secara ilmiah, tanda-tanda seperti itu banyak dilaporkan masyarakat di sekitar lokasi bencana longsor, misalnya di Bahorok dan Pacet.

"Pemerintah daerah seharusnya melakukan kajian rawan longsor dengan skala lebih detil di daerah-daerah banyak penduduk, tempat wisata, daerah aliran sungai, dan pegunungan," ujar Krisna. Perencanaan peringatan dini bisa diolah dari data-data Pusat Geologi Tata Lingkungan, Badan Geologi, Departemen Pekerjaan Umum, maupun Badan Meteorolgi Geofisika.

Meski demikian, kepedulian pemerintah dan masyarakat tetap menjadi faktor utama antisipasi longsor. Misalnya, tidak mengubah tata guna lahan seenaknya. "Masa lereng dibuka untuk menanam sayur," katanya mencontohkan. Saat musim kemarau, masyarakat juga bisa bergotong-royong membersihkan ranting dan sampah yang membentuk bendung di sungai sehingga tidak terjadi penumpukan massa saat hujan..

"Kalau untuk klub sepakbola saja pemerintah daerah mau mengeluarkan puluhan miliar, untuk pencegahan bencana kenapa sulitnya minta ampun. Padahal, kerugian akibat bencana bisa jauh lebih besar," pungkasnya.(WAH)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com